Keong mas berasal
dari rawa-rawa di Amerika Selatan seperti Brazil, Suriname, dan Guatemala.
Pertama kali, keong mas didatangkan dari Taiwan sekitar tahun 1980-an. Tahun
1981, hewan ini diintroduksikan ke Yogyakarta sebagai fauna akuarium. Sekitar
tahun 1985-1987, hewan ini dengan sangat cepat dan popular di Indonesia. Tapi
karena dibiarkan lepas tanpa pengawasan, akhirnya masuk ke sawah dan menjadi
hama utama tanaman padi karena memakan memakan segala tanaman terutama tanaman
padi muda dan bibit.
Dalam
mengendalikan hama keong mas, umumnya para petani lebih memilih menggunakan
moluskisida sintetik yang harganya mahal, berspektrum luas dan mengganggu
organisme non target seperti manusia. Dalam kaitannya dengan pengendalian keong
mas, cara-cara yang lebih aman, seperti halnya secara fisik (penggunaan
saringan), maupun secara biologis (pemberian tanaman-tanaman beracun atau tidak
disukai, penggembalaan itik, penanaman bibit yang cukup tua atau kuat, dan
sebagainya) lebih direkomendasikan (Sulistiono. 2007).
Mimba
merupakan tanaman
yang memenuhi persyaratan (menurut
grup konsultasi para ahli FAO dalam pengembangan pestisida
nabati) untuk
dikembangkan menjadi sumber bahan dasar pembuatan pestisida nabati.
Adapun persyaratan-persyaratan tersebut
antara lain, merupakan
tanaman tahunan,
tidak perlu dimusnahkan apabila
suatu saat bagian tanamannya
diperlukan, mudah dibudidayakan,
tidak menjadi gulma atau inang bagi organisme pengganggu tumbuhan
(OPT), mempunyai
nilai tambah, mudah diproses,
sesuai dengan kemampuan petani.
Mimba, terutama dalam biji dan
daunnya mengandung
beberapa komponen
dari produksi metabolit
sekunder yang diduga
sangat bermanfaat, baik dalam bidang pertanian (pestisida dan pupuk), maupun farmasi (kosmetik dan obat-obatan). Beberapa diantaranya adalah azadirachtin, salanin, meliantriol, nimbin dan nimbidin.
Azadirachtin sendiri terdiri dari sekitar
17
komponen dan komponen yang mana yang paling
bertanggung jawab
sebagai pestisida atau obat, belum jelas. Mimba tidak membunuh hama secara cepat, namun mengganggu hama pada proses
makan, pertumbuhan, reproduksi dan lainnya.
Azadirachtin berperan
sebagai ecdyson blocker atau zat yang dapat menghambat kerja hormon
ecdyson,
yaitu suatu hormon yang berfungsi dalam proses metamorfosa serangga.
Serangga akan terganggu
pada proses pergantian
kulit, ataupun proses perubahan dari telur menjadi larva, atau dari
larva menjadi kepompong atau dari kepompong menjadi dewasa.
Biasanya kegagalan
dalam proses ini
seringkali mengakibatkan kematian
Salanin berperan sebagai
penurun nafsu makan (anti-feedant)
yang mengakibatkan daya rusak
serangga sangat menurun, walaupun serangganya sendiri belum mati. Oleh karena itu, dalam penggunaan pestisida nabati dari mimba, seringkali hamanya
tidak mati seketika setelah disemprot
(knock down), namun memerlukan
beberapa hari untuk mati, biasanya 4-5
hari. Namun demikian, hama yang telah disemprot tersebut
daya rusaknya sudah sangat menurun,
karena dalam keadaan sakit.
Meliantriol
berperan sebagai penghalau
(repellent) yang mengakibatkan serangga hama enggan
mendekati zat tersebut.
Suatu kasus terjadi ketika belalang
Schistocerca
gregaria menyerang tanaman di Afrika, semua jenis tanaman terserang belalang, kecuali
satu jenis tanaman,
yaitu mimba. Mimba pun
dapat merubah tingkah laku
serangga, khususnya belalang
(insect
behavior) yang tadinya bersifat
migrasi, bergerombol dan merusak
menjadi bersifat
solitair yang bersifat
tidak merusak.
Nimbin dan nimbidin berperan sebagai anti mikro organisme seperti anti-virus, bakterisida, fungisida
sangat bermanfaat untuk digunakan
dalam mengendalikan penyakit
tanaman. Tidak terbatas hal itu,
bahan-bahan ini sering digunakan
dan dipercaya masyarakat sebagai
obat tradisional yang mampu menyembuh- kan segala jenis penyakit pada manusia.
Selain mengandung bahan-bahan
tersebut di atas, di dalam tanaman mimba masih terdapat
berpuluh, bahkan beratus
jenis bahan aktif yang merupakan produksi metabolit sekunder yang belum teridentifikasi dan belum diketahui
manfaatnya (Agus dan Azmi. 2003).
Salam Azadirachta!!